Assalamu'alaikum Wr. Wb

Blog ini dibuat hanya sekedar untuk pengisi waktu luang, tidak ada yang terlalu serius dan penting dalam blog sederhana ini. Tulisan-tulisan yang ada hanya merupakan coretan tanpa makna yang muncul dari "ketidak seriusan" saya dalam membuat blog ini.

Blog ini hanya sebagai penyalur "uneg-uneg" saya tanpa bermaksud membuat orang berpikir terlalu serius. Lihat dan dengar berita di media massa, betapa banyak orang yang pada akhirnya bunuh diri karena terlalu serius menghadapi permasalahan hidupnya sehingga stress, dan ketika tidak mendapatkan jalan keluar dari masalah, akhirnya memilih jalan pintas untuk "keluar dari kehidupannya".

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

27 Oktober 2009

GATOLOTJO

Bagi di facebook

(oleh: Hamim Tohari)

Dalam dinamika perkembangan kesusasteraan Djawa, pernah terdapat suatu karya sastra besar yang pada era Orde Baru dilarang beredar di masyarakat karena dianggap sebagai sebuah penyesatan dan dikuatirkan dapat membawa dampak buruk bagi masyarakat. Karya itu bernama Balsafah Gatolotjo, sebuah serat atau tembang yang hingga sekarang belum bisa dipastikan dengan jelas siapa pengarangnya. Serat Gatolotjo ini susah untuk dipahami secara instant karena menggunakan bahasa filsafat jawa tingkat tinggi. Jangankan memahami naskah aslinya dalam bahasa jawa, untuk memperoleh pemahaman yang memadai dari tafsirnya dalam bahasa Indonesia saja sangat sulit. Seorang dosen filsafat UGM telah mencoba menulis tafsir terhadap serat Gatolotjo ini dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana, namun tetap saja sulit bagi pembaca awam untuk memahaminya.


Yang jelas, secara umum dapat digambarkan bahwa serat Gatolotjo merupakan karya sastra filsafat yang mencoba untuk menggugat "kemapanan" kultur religius sebuah agama yang sedang berkembang pesat di tanah Jawa pada saat itu. Sebagian masyarakat menganggap serat ini sebagai sebuah kesesatan dan pelecehan terhadap agama karena membahas persoalan agama secara vulgar dan menggunakan bahasa-bahasa yang jorok, dihubung-hubungkan dengan seksualitas. Pandangan inilah yang kemudian membuat pemerintah Orde Baru melarang beredarnya serat ini demi menjaga stabilitas politik dan keamanan masyarakat. Tetapi bagi sebagian masyarakat lainnya yang berpikir lebih jernih didasari wawasan yang luas, serat Gatolotjo hanyalah sebuah karya sastra yang bagaimanapun tetap harus dihargai. Hanya saja perlu sikap dan pemikiran yang jernih dan dewasa dalam membacanya agar tidak terjebak pada pemikiran-pemikiran emosional sempit.

Gatolotjo, tokoh dalam serat itu, digambarkan sebagai seorang pemuda yang sangat jelek, pendek, kakinya pincang, kupingnya lebar, badannya bau, tingkahnya "pethakilan", nggak punya sopan-santun, suka ngomong jorok dan segala kejelekan lainnya. Karakter yang digambarkan oleh penulisnya sangat sesuai dengan nama yang disandang, yaitu Gatolotjo (alat kemaluan laki-laki). Tetapi dibalik segala kekurangan itu, Gatolotjo adalah seorang yang jujur apa adanya, tidak tedeng aling-aling untuk mengkritisi kondisi sosial, dan didasari oleh pemikiran-pemikiran filosofisnya yang cemerlang. Dengan kondisi seperti itulah akhirnya Gatolotjo mengembara di seluruh tanah jawa dan menggugat pemikiran-pemikiran "para pemikir yang sebenarnya malas untuk berfikir". Gatolotjo banyak mendebat argumen orang lain yang hanya pintar mencuplik ayat-ayat kitab suci tanpa memahami makna hakikinya. Kejujuran, kepolosan, kevulgaran dan sikap anti kemapanan yang ditunjukkan oleh Gatolotjo inilah yang kemudian memunculkan resistensi dari sebagian orang yang berpikiran sempit, karena dianggap sebagai sebuah pelecehan.

Tetapi itulah kehidupan yang telah diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan alam semesta dengan semua isinya ini tidaklah sama, tidaklah seragam. Perbedaan adalah ayat Tuhan. Perbedaan bentuk, warna, pikiran, baik dan buruk, siang dan malam, terang dan gelap, tinggi dan rendah, semuanya telah digariskan oleh Tuhan. Tidak boleh seorang makhluk pun menolak apa yang telah digariskan oleh Tuhan. Yang diperbolehkan bagi manusia adalah berusaha untuk membuat perubahan, dari warna hitam menjadi putih, dari yang gelap menjadi terang, dari yang buruk menjadi baik. Tetapi kalau Tuhan tidak menghendaki adanya perubahan itu, maka apa yang diinginkan oleh manusia juga tidak akan pernah terjadi.

Terlepas dari kontroversi Gatolotjo dengan segala tingkah laku dan pemikirannya yang "pethakilan" dan keluar dari mainstream pemikiran sosial masyarakat saat itu, kita tetap harus bersyukur bahwa Tuhan telah menciptakan seorang makhluk seperti Gatolotjo ini. Gatolotjo, atau penulisnya, adalah ciptaan Tuhan yang tidak bisa kita ingkari keberadaannya. Pemikirannya yang ekstrim dan kontroversial juga merupakan bagian dari ciptaan Tuhan yang harus diterima sebagai penyeimbang kehidupan dan pemikiran manusia di dunia. Sama halnya seperti Tuhan menciptakan Syekh Siti Jenar dengan ajaran Manunggaling Kawulo Gusti yang juga kontroversial dan dianggap menyesatkan. Wali Songo pun menghargai perbedaan yang dicoba untuk dibuat oleh Siti Jenar, karena itu merupakan bagian dari ayat Tuhan dimuka bumi. Walaupun akhirnya Wali Songo diperintahkan oleh Sultan Demak untuk "menangkap" Siti Jenar, tetapi ketika Siti Jenar wafat (masih kontroversi apakah terbunuh atau bunuh diri), maka Walisongo memakamkan jasadnya di halaman sebuah masjid sebagai bentuk penghargaan. Artinya adalah bahwa Walisongo sangat menghargai perbedaan yang telah diciptakan oleh Tuhan melalui Syekh Siti Jenar.

Tidak akan ada istilah baik apabila tidak ada yang jelek, sama seperti tidak ada siang apabila tidak pernah ada malam, tidak ada tinggi apabila tidak ada rendah. Semua saling berpasangan dan saling berlawanan. Itulah dialektika sosial kehidupan manusia yang merupakan ayat Tuhan dan harus diterima.

Manusia tidak memiliki lisensi untuk menolak perbedaan dan manusia juga tidak pernah punya kemampuan untuk membuat semua yang ada di alam ini menjadi seragam. Nabi Muhammad SAW, sebagai manusia yang paling dekat dan dicintai oleh Allah SWT pun tidak mampu membuat Abu Tholib, pamannya, menjadi muslim hingga hembusan nafas terakhirnya. Semua sudah digariskan oleh Tuhan dan harus diterima oleh manusia. Hanya saja, dengan tidak berhasilnya mengislamkan pamannya, bukan berarti Nabi Muhammad SAW berhenti untuk mengajak ummat manusia ke arah perubahan yang lebih baik. Tugas beliau sebagai Rasulullah tetap dijalankan hingga akhir hayatnya.

Tetapi kembali lagi, Rasulullah SAW dan Gatolotjo adalah dua sosok yang sangat berbeda dan tidak boleh disamakan, bagaikan langit dan bumi. Cara yang dilakukan untuk mengajak ke arah perubahan juga pasti berbeda.

Semua itu adalah PERBEDAAN YANG HARUS DITERIMA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar